Selasa, 03 Desember 2024

Tulisan Lama ku, di 2017

Ada Kata yang tak sempat diucapkan Daun kepada Bunga Ini sebuah kisah tentang sekuntum bunga yang sempat membenci daun. Menyalahkan apa yang telah daun lakukan padanya. Menaruh curiga berasas praduga tak bersalah. Sang daun hanya bergeming, tak melakukan pembelaan ataupun sebuah klarifikasi. Daun diam seribu bahasa sebab ada kata yang belum saatnya disampaikan. Sang daun menanti detik demi detik bunga kuncup itu mekar untuk mengatakan apa yang sebenarnya. Namun, sayang, dikala sang bunga hampir saja mekar, sang daun pergi meninggalkan. Ia gugur, tak kuasa terkoyak angin yang begitu dahsyat menghujamnya. Ia gugur, oleh dahan yang tlah rapuh hingga raganya luruh. Ia gugur, dalam derit kesabaran dan pengorbanan. Datanglah angin menghampiri bunga, berbisik menyampaikan kata yang tak sempat disampaikan daun kepadanya. Seketika bunga sesak nafas -dihujam rasa sesal, tersakiti oleh sebuah kejujuran- mengharu biru, air matanya bak hujan dimusim penghujan, begitu deras. * * * Cerita diatas hanyalah sebuah filosofi dari kisah nyata. Bunga itu adalah aku. Dan Bapak adalah sang daun. Dan angin? Mungkin memang makna yang sebenarnya. Terimakasih Wahai Allah Yang Maha Pengasih, telah menyampaikan pesan Bapak lewat angin, lewat senja, lewat rintik hujan, lewat pelangi nan elok, lewat kebahagiaan, lewat ujian hidup dan detak waktu yang mendewasakan :”) Apakah hal yang membuatku marah dan kecewa kepada Bapak kala itu? Silahkan dibaca dicatatan facebook sebelumnya, yang pernah aku tulis 20 Januari 2015 lalu berjudul “Untukmu Para Calon Orang Tua”. Ah, rasanya ingin aku hapus catatan itu. tapi, biarlah seperti itu. Kita tidak bisa menghapus kesalahan masa lalu tapi bukankah kita mampu memperbaiki masa depan dengan belajar dari kesalahan? Tulisan ini menjadi jawaban dari belenggu tanyaku kala itu. Selain itu, bisa jadi, hari ini, esok atau lusa ada seseorang diluar sana yang sedang merasakan hal yang sama diposisiku kala itu. Sehingga aku berharap tulisan ini bisa membantu meruntuhkan ego dan jangan cepat menjudge orang tua kita, jangan cepat menyalahkan keadaan, jangan cepat mengeluh, jangan cepat iri dengan yang lain. Allah pasti sedang merahasiakan dan menyimpan banyak hal indah dibalik segala rasa sakit dan kesedihan kita :) * * * Ingat betul kala itu, aku menangis tersedu-sedu. Aku kesal, sangat kesal. Bapak melarangku banyak hal yang terlampir dalam deretan impianku. Dari mulai jurusan kuliah, universitas sampai impian menjadi studentpreneur (berbisnis saat kuliah). Kala itu, -kala aku masih menjadi bunga yang kuncup- dengan keterbatasan pemikiran dan kedewasaan aku sangat iri dengan teman-temanku yang lain, yang memiliki ayah dan ibu yang membebaskan anak-anaknya memilih tanpa didekte harus A, B dan C. Tapi itu dulu. Demi Allah, hari ini aku sangat bersyukur memiliki ayah seperti Bapak. Aku sangat mencintaimu, Pak. Maafkan aku yang dulu… Pada kesempatan kali ini akan aku sampaikan salah satu dulu ya. (hehe besok bersambung ya yang lainnya! ) Hmmm, enaknya yang mana dulu ya? Baik, universitas dulu ya. * * * “Bapak, aku pengen kuliah di ITB. Aku pengen tinggal di Bandung”. (FYI dari SMP atau bahkan SD aku emang ngefans berat sama kota Bandung. Entah mengapa.) “Tidak. Pokoknya tidak. Bapak hanya izinkan kamu kuliah di Jogja atau Solo. Besok kalau misal kamu sakit, Bapak biar nggak usah repot jauh-jauh. Langsung bisa mancal (seketika/secepatnya) jemput kamu.” Bapak terus saja mengulang-ulang alasan itu. Aku sangat heran. Padahal aku tidak pernah punya riwayat sakit apapun. Namun hal utama yang paling dikhawatirkan adalah kesehatan. Aku mulai menaruh curiga, sepertinya Bapak memang mencari-cari alasan yang paling logis untuk menahanku disini. Aku kesal. Aku memohon-mohon. Berkali-kali merayu, berkali-kali mengeluarkan argument untuk mengetuk restu Bapak, tapi tetap saja tidak. Bahkan aku bilang mau nekat coba-coba, siapa tau keterima. Kata Bapak: “Ya kalau keterima pun enggak bakal aku bayarin. Silahkan bayar sendiri”. Skak mat. Aku mati kutu. Alhasil, aku pun memilih UNS dan UGM. Aku akan cerita sedikit perjalanan kuliahku. Alhamdulillah karena doa Bapak dan ibu yang mengetuk pintu langit, Allah memberikan “lolos” di UNS (lewat SBMPTN) dan juga UGM (lewat UM UGM). Karena tanggal pengumuman yang tidak bebarengan, dimana pengumuman SBMPTN lebih dulu. Aku meminta Bapak untuk meregistrasi (bayar UKT) UNS terlebih dulu. Bapakpun mengiyakan. Kemudian memintaku mencari kos juga. Aku registrasi bersama temanku dn mencari kos bersma mbakku. Akhirnya setelah aku mendapatkan kos yang cocok dihati, keesokan harinya Bapak langsung ke Solo untuk DP kos. Selang beberapa minggu, pengumuman UM UGM. Alhamdulillah lolos Kimia UGM. Galaupun melanda, sebab di UNS jurusan yang sama pula, Kimia. Singkat cerita, aku memohon-mohon kepada Bapak agar mengizinkanku di UGM saja –melepas UNS beserta UKTnya-. Cukup lama Bapak menimbang-nimbang keputusan ini. Bapak mendengar bisik-bisik tetangga, keluarga, teman Bapak yang menasehati Bapak dalam mengambil keputusan. Kemudian ingat betul, jam 11 malam, pada bulan Ramadhan Bapakpun mengabulkan permintaanku untuk kuliah di UGM. Dan Bapak bilang “Yaudah, sekarang tidur. Besok sahur, habis subuh besok kita ke Jogja, cari kosan”. Aku mulai kuliah. Kuliah diawal begitu berat. Tapi di episode selanjutnya saja masalah jurusan. Hehehe. Awal kuliah aku masih menyalahkan keadaan, meracau tiap malam, masih menyimpan belenggu tanya kepada Bapak, dan masih berandai-andai kalau aku kuliah di ITB. Ckckck Padahal awal kuliah aku pulang setiap minggu, rasanya 1 minggu tidak pulang saja sudah kangen. Alay memang. Selain itu, awal kuliah aku masih belum berani membawa motor. Masih minta dibonceng Bapak, mbakku kemana-mana. Sungguh manja. Waktu terus berjalan, semester demi semester terlewati hingga aku di penghujung semester 6. Kemudian liburan semester 6-7 adalah KKN. Taukah kamu aku KKN dimana? Bandung! Yeeaay! Pada saat itu, bapak antara iya dan tidak. Tapi, kemudian mengiyakan dan mendukung. Akhirnya akupun KKN dibulan Juni-Agustus. (FYI selama ini aku baik-baik saja, tidak pernah sakit neko-neko selain batuk, pilek. Kekhawatiran Bapak akan kesehatanku Alhamdulillah tidak terjadi). Ternyata saat aku KKN, tepatnya dipenghujung Ramadhan, Bapak mulai sakit. Tapi ibu dan bapak merahasiakannya. Mengatakan padaku bahwa sehat-sehat saja, agar aku di Bandung tidak kepikiran. Kemudian tibalah saatnya aku pulang KKN, sampai rumah 8 Agustus 2016. Sepi. Tak ada orang dirumah. Ternyata Bapak opname dirumah sakit, kemudian saat malam itu, Bapak pulang. Semester 7 berjalan, semester inilah yang menuntutku untuk strong. Ya, selama bapak opname dimanapun RS nya aku ingin selalu menunggu. Saat di RS Klaten, maka aku rela PP (Pulang-Pergi) Jogja-Klaten setiap hari (udah berani bawa motor loh ya sejak semester 2 btw. wkwk). Sedangkan saat di Sardjito, aku rela tidak pernah mengunjungi lab. / menunda penelitian sementara waktu agar bisa stand by di RS. kecuali saat jam-jam kuliah. Hingga akhirnya semester 7 berakhir dan aku mulai libur. Sebenarnya ingin rasanya aku dirumah terus menemani Bapak (Bapak sendirian karena Bapak sudah pensiun) tapi apa daya aku juga punya kewajiban penelitian. Sehingga kala itu, akupun mendedikasikan liburanku ini hanya untuk 2 hal: Lab.AIC dan dirumah bersama Bapak. Aku suka sekali dirumah bersama Bapak pada liburan ini. Pernah suatu hari, layaknya acara tv bisa aku beri judul “sehari bersama Bapak”, hehe intinya kala itu aku bertanya banyaaak sekali hal kepada Bapak. Tentang masa mudanya, karirnya dari TU sampai jadi Kepala Sekolah, dan banyak hal tentang perjalanan hidup Bapak. Aku sangat terkesima, takzim, Bapak hebat sekali. (mungkin kapan-kapan aku bisa ceritakan). Bapak kemudian tiba-tiba berkata padaku, “Besok kalau kamu sudah lulus, lalu kerja. Aku izinkan kamu kerja di Bandung”. “Hah? Serius Pak?” (tau sendiri kan dulu Bapak kekeuh banget SAY NO TO Bandung. Hehe) “Iya, beneran. Aku udah mikirin, aku kan punya teman sekarang tingganya di Cimahi sana. Nanti kamu bisa kesana tanya-tanya, terus nyari kerja disana. Kalau udah dapet kerja nanti cari kosan sekalian untuk tinggal disana”. Bapaaaak, I love you so much, bisikku dalam hati penuh kegirangan. Waktu pun berjalan, hingga tiba pada hari Kamis, 4 Januari lalu saat aku didepan monitor lab.AIC dengan wajah yang serius dan mencari-cari kesalahan inputku, mengapa tidak bisa running QMCF nya (hehe ini soal penelitian). Kemudian HPku bordering, ternyata kakakku yang mengabarkan bahwa kalau sudah tidak ada apa-apa aku diminta langsung pulang saja karena Bapak opname di RSI. Aku bingung, running masih error tapi aku juga pengen pulang. Kemudian, -my angel- mbak Dita, memintaku pulang saja, biar itu akan diselesaikan mbak Dita sampai bisa running. Dari hari Kamis-Senin aku pun ingin terus bersama Bapak. Hingga akhirnya Bapak telah dipanggil Sang Khalik pada Senin Pagi jam 07.30 kala itu. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu. Inilah kata yang tak sempat disampaikan daun kepada bunga ((kala aku duduk dibangku kelas XII)): “Wahai Putriku, aku tau pasti kamu kesal dengan keputusanku melarangmu untuk menuntut ilmu dikota yang jauhnya ratusan KM dari rumah ini. Aku tau pasti kamu kecewa karena aku meruntuhkan impian yang telah kamu bangun dengan megahnya. Maafkan aku Putriku.. Bukan maksudku mendekte dan menghalangi kebahagiaanmu. Tapi, ketahuilah bahwa setiap apa yang aku katakan itu telah aku pikirkan masak-masak jauh sebelum kamu berada dalam posisimu saat ini. Saat kamu masih sekolah, belum berpikir tentang kuliah, aku telah lebih dulu memikirkannya. Mencoba memilihkan jalan terbaik untukmu yang mana nantinya akan membuatmu bahagia, bukan hanya sesaat tapi juga selamanya. Putriku, kamu adalah Putri bungsuku. Ku akui, kamulah yang paling memiliki cita-cita teguh dibanding kakak-kakakmu. Aku selalu mendukungmu. Ingatkah kamu saat aku mengantarkanmu mendaftarkan SMA di SMA impianmu? Kemudian selalu mengantarkanmu ujian/tes masuk SMA tersebut. Aku selalu mendoakanmu dalam doaku semoga kamu bisa diterima di SMA tersebut. Kemudian, saat kamu tidak diterima dikelas Imersi SMA tersebut, aku lah yang menjadi tiang untukmu agar tetap tegak agar pantang menyerah dan memintamu agar tetap yakin terhadap impianmu. Kemudian aku memintamu mendaftarkan lagi dikelas RSBI, mensupport baik tenaga, doa dan materi. Hingga saat itu, saat kita berdiri dijalan antara lapangan dan perpus Smansa. Kita mencari satu persatu nama siswa yang diterima. Awalnya kita tak menemukan namamu,kemudian aku memintamu mengulangi lagi. Akhirnya kita eja dan perhatikan satu demi satu secara lebih jeli. Hingga kita membaca nama di urutan nomor 50. Ada namamu disitu. Sontak kita bergembira dan berpelukan ditengah hiruk pikuk hari pengumuman. Kemudian kamu menuju kelasmu karena suara dari microfon telah memintamu untuk berkumpul. Putriku, jika aku mengizinkanmu untuk kuliah di Bandung, maka barang tentu aku akan jarang melihatmu. Aku juga harus melepasmu, padahal saudara kita di Bandung hanya satu. Aku ragu. Ragu, wahai Putriku. Ragu, apakah kamu bisa mandiri? Apakah kamu bisa menjaga kesehatan?” Putriku, jika memang kamu sudah bisa mandiri, aku berjanji tak sekeras ini aku menahanmu disini. Sedangkan untuk kesehatan, aku tau kamu tak pernah memiliki riwayat sakit. Tapi bagaimana jika aku yang sakit? Ibarat daun, aku tak bisa menjajikan bahwa aku akan hijau dan segar selamanya. Bagaimana jika aku lekas menguning kemudian akhirnya gugur? Aku tau kamu masih begitu belia, seperti sekuntum bunga yang masih kuncup, indah memang, namun belum optimal keelokanmu. Aku ingin menjadi daun yang bisa selalu melindungimu dari angin topan bahkan putting beliung, aku ingin terus berusaha disisa kekuatanku untuk membantu tanaman kita ini berfotosintesis, hingga ada asupan glukosa yang mana sebagai penghasil energi sehingga kita tumbuh semakin kuat, kamupun akan bisa menjadi bunga yang mekar nantinya. Putriku, sungguh aku melarangmu bukan karena aku terlalu keras atau jahat atau memaksakan kehendak. Tapi ini semua demi kebaikanmu. Aku ingin menjadi ayah yang bertanggung jawab, yang akan selalu menjagamu, merengkuhmu, mendengar keluh kesahmu sembari mengajarkan secara perlahan tentang arti kemandirian kepadamu. Hingga kelak kamu bisa mandiri, berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain, termasuk aku. Kemudian saat itulah aku baru bisa rela melepasmu hingga jauh. Sungguh aku mencintaimu Putriku, tapi maafkan aku tak bisa merangkai kata seperti ibumu. Aku tak bisa meyakinkanmu seperti ibumu. Aku tak bisa menyentuh hatimu seperti ibumu. Aku laki-laki dan ibu perempuan. Ibu lebih pandai menyampaikan pesannya kepadamu, karena perempuan lebih mengedepankan perasaan. Karena itu pula mungkin sekarang ibumu juga berpihak kepadamu. Memintaku agar mengizinkan permohonanmu. Namun, maaf Putriku. Aku harus tegas. Sekali tidak tetap tidak. Aku hanya bisa mendoakanmu. Di Padang Arafah saat aku dan ibu haji lalu, aku mendoakanmu agar kamu bisa diterima di UGM. Semoga doaku, doa ibu, dan doamu mengetuk pintu langit ya Nak. Aku sangat menyayangimu.” Sang bunga menangis terisak mendengar angin menyampaikan pesan daun kepadanya. Tak peduli dengan isak tangis bunga, angin melanjutkan kisahnya. Kemudian, inilah kata yang tak sempat disampaikan daun padamu sebelum Ia gugur. “Putriku, aku bahagia kamu telah bahagia dengan Kimia dan UGM. Kebahagiaanmu jauh lebih penting dari sekedar materi. Itulah mengapa, saat itu aku mengizinkanmu ke UGM dan melepas UNS. Aku bahagia, kamu sudah tidak menaruh benci dan marah akan keputusanku kala itu. Kamu sudah mengabulkan permohonanku untuk kuliah di Jogja saja. Ternyata benar kan, Putriku? Nyatanya, karena jarak kampus dan rumah hanya 1 jam ditempuh dengan motor, kamu bisa sering-sering pulang bahkan pulang pergi dalam sehari. Aku bahagia kini kamu tlah bisa mandiri, Putriku. Semoga kamu tetap kuat, tegak, tegar dan terus bertahan jika ada badai yang menghadang diluar sana. Aku telah menyetujui permintaanmu untuk bisa di Bandung, aku yakin kini kamu sudah berbeda dari dirimu 3,5 tahun yang dulu. Dirimu telah belajar arti kemandirian, meskipun kamu juga masih harus terus mengasahnya. Putriku, maafkan aku tidak dapat melihatmu mekar. Melihatmu memakai toga dan duduk di GSP. Pun juga melihat seseorang yang akan memetikmu ketika kamu sudah menjadi bunga yang mekar dengan sempurna nantinya. Aku titipkan pada ibu, restuku. Aku harap orang yang akan merawatmu adalah orang baik yang akan slalu berusaha menjaga dan melindungimu seperti aku selama ini bahkan jauh lebih baik dari aku. Aku sudah melihat dan memberi restu menantu dan calon menantu untuk kakak-kakakmu. Tapi, jangan khawatir, meskipun aku tak bisa melihat dan memberi restu kepada calon imammu nanti, yakinlah selalu aku akan terus bersamamu. Aku tau pilihanmu pasti baik. Jangan lupa terus mendoakanku jika aku tlah tiada. Jangan lupa akan semua pesan-pesanku kepadamu, jangan lupa pula untuk terus meningkatkan iman dan taqwa serta tidak berhenti berbuat baik hingga akhir hayat. Semoga kita bisa bertemu lagi ya, di Surga-Nya. Besok di Surga, kenalkan aku pada imammu ya :”) Kata yang tak sempat disampaikan daun kepada bunga benar-benar menyesakkan dada bagi bunga. Bunga hanya bisa menatap nanar daun yang telah gugur dan bersatu dengan tanah. Ia tak ingin ada bunga-bunga lain sepertinya. Itulah mengapa ia ingin menuliskan ini. Berharap bunga yang lain tak pernah menaruh curiga ataupun prasangka buruk pada sang daun yang sekarang sedang melindungi dengan caranya. Daun yang rela dibenci bunga, demi kebaikan dan kebahagiaan bunga itu sendiri. Yuk bantu saya bacakan Al fatihah, untuk almarhum Bapak Mulyatno. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu menguatkan pundak-pundak Para Ayah dan juga calon Ayah :) Yogyakarta, 19 Januari 2017, 01.20 WIB Fauzi Ristikasari

Jumat, 02 Agustus 2024

Update Kehidupan

Hai, aku muncul lagi. Setelah membaca tulisan salah seorang teman, aku jadi ingin menulis lagi. 
barangkali menulis bisa menjadi wadah untuk healing bagiku ditengah penuhnya isi otakku akhir akhir ini.
Perkenalkan, aku Fauzi Ristikasari, bulan depan usia ku sudah 29 tahun. wah, sudah tua juga ya aku. Tapi masih imut kan? 😉

aku sudah menikah 2 tahun. Hingga saat ini masih berdua, belum ada anggota baru (anak) hehe.
kesibukanku saat ini bisnis online dari rumah, aku sudah resign 8 bulan lalu, jadi memang ingin fokus membangun bisnis dirumah. 
Tapi, yaa, banyak hal yang ingin aku ceritakan.
lewat blog ini aku bisa mencurahkan apa yang aku rasakan. meskipun setiap hari sudah ada suamiku yang selalu mendengarkan keluh kesahku, tapi, rasanya ingin tetap menulisnya dalam sebuah tulisan sederhana.
aku tidak berharap blog ini akan banyak yang membaca. biarlah menjadi ruangku, jika memang tidak ada yang membacapun tak masalah bagiku.
sudah, begitu saja untuk hari ini ya, waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, aku mau tidur. hehe
Sampai jumpa di cerita-cerita ku! 

Kamis, 31 Mei 2018

kata orang

Kata orang, laki-laki yang baik mencari perempuan yang baik.
Kata orang, perempuan yang baik adalah perempuan yang sholeha.
Kata orang, perempuan sholeha adalah idaman.

Tapi, nyatanya itu hanya kata orang.

Malam itu, aku tau bahwa tidak semua orang berpikir sama dengan "kata orang". Malam itu, aku paham bahwa setiap orang boleh berasumsi tapi masing-masing punya prinsip sendiri dalam hati.

Dalamnya lautan bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tau.

Dan kamu, tidak akan pernah tau betapa dalam rasa sakit hati seorang Perempuan yang kau hempas begitu saja, hanya karena kamu merasa Ia terlalu baik.
Tapi, itu tidak penting. Lupakan saja.

Yang harus kamu tau adalah, Perempuan baik akan selalu memaafkan dan mengikhlaskan.

Bahagia yang sederhana

Pasca kehidupan kampus, banyak hal-hal yang aku lewati.  Bahagia, sedih, galau, khawatir, ragu dan lain sebagainya.
Sama seperti kebanyakan orang, aku pun juga mengalami "quarter life crisis". yeah, dan itu adalah moment paling nggak enak banget menurutku. Dimana saat itu, aku merasa bahwa aku hidup tapi aku nggak berguna. aku hidup buat apa? aku kok nggak berguna? hey, Uzi yang dulunya waktu kuliah punya banyak impian pasca kuliah, sekarang kamu bisa apa? kamu siapa? hah?
beribu pertanyaan memenuhi otakku sendiri.
Kala itu, aku sebenernya sudah mulai bekerja. Yap,Alhamdulillah aku mulai kerja sudah dari selepas aku wisuda, bulan Desember. aku kerja di sebuah startup yang baru mulai dirintis, namanya:  beniso.id jadi, aku pun jadi semacam first employee nya. Beniso belum punya kantor resmi jadi aku bisa bekerja remote dari rumah.
Nah, mungkin karena aku dirumah, dan keluargaku kerja semua kalau jam kerja, jadi aku dirumah sendiri, sepi dan membuatku sering bertanya-tanya tentang hidup ini. Belum lagi tetangga-tetangga yang sering tanya "mbak kerja dimana?" sudah aku jelaskan pun, dari gerak geriknya sepertinya dalam hati mereka "udah kerja tapi kok tetep dirumah?". hmmm, culture startup memang belum terlalu familiar di masyarakat kita. culture bekerja masih tentang berangkat pagi pulang sore, dan berseragam rapi. Padahal intinya pun sama, setiap bulan dapat gaji kan? haha :")
Lalu orang-orang, termasuk keluargaku mulai menekan aku, supaya aku mencari pekerjaan lagi. Padahal sebenernya pekerjaan ini aku banget dan aku pun nyaman. Bebas, berkreatifitas dan yang paling penting ini adalah sebuah proses pembelajaran untukku: belajar berbisnis. Yap, atasan-atasan ku adalah Para alumni MIPA UGM, business man yang sukses, aku yakin dan percaya lewat beniso aku bisa belajar naik turun bagaimana membangun sebuah startup digital. Selain itu, aku juga percaya akan niat baik bernilai ibadah dari startup ini. Startup ini fokus pada bidang pendidikan gratis. Nah, bukankah Allah menyukai orang-orang yang mengajarkan kebaikan pada orang lain?
Meskipun aku bahagia dan nyaman dan yakin akan impianku di masa depan bahwa bisnis ini akan berjalan, tapi suara-suara  negatif disekitarku tentang aku dan pekerjaanku terus bermunculan. Lama kelamaan, kalau aku terus mengalami Quarter life  crisis ini gawat, aku rasa lama lama aku malah bisa depresi. Nauzubillahi min dzalik. Apalagi saat itu baru heboh ada berita meninggalnya artis Korea karena depresi.
Akhirnya aku memutuskan untuk ngekos aja lah lagi di Jogja. Ya, sebenernya selain karena alasan kesehatan (capek PP Jogja-Klaten kalau pas lagi kerja), alasan urgent lainnya adalah aku nggak mau depresi! hahaha menyelamatkan diri sendiri lah.
Akhirnya aku pun mencari kos lagi. Tapi, aku punya  ide lain. Hehe, impianku dari dulu adalah siang-siang jadi wanita karir, malam-malam jadi santri.  Meskipun dulu, latar impianku adalah Bandung! hahaha, teteup ya sist.
Jadi dulu impianku setelah kuliah adalah: kerja di Bandung, sambil merintis bisnis. Lalu malamnya nyantri di Pondok, jadi nginep/mukim di Pondok Pesantren. Kenapa pengen mondok? karena aku merasa ilmu ku masih cetek banget. Sebelum kelak menikah aku pengen banget menuntut ilmu dulu, nah jadi aku bisa share ilmu ke anak-anakku nantinya, dan bisa menjalani kehidupan berumah tangga sesuai dengan ajaran Islam yang benar. aamiin, Allahumma Aamiin. (padahal belum tau siapa calonnya(?) wkwkwk)
Lanjut.
Ya meskipun, latar settingnya berubah dari rencana awal, dari Bandung jadi Jogja hehehe tapi rencana selanjutnya harus aku wujudkan!
Bulan Februari 2018, aku pun menuju Ponpes Inayatullah untuk mencari tau pendaftaran bagaimana cara menjadi santri disitu. Ternyata harus mengantri di waiting list dulu. karena yang minat mondok banyak sedangkan gedungnya belum bisa menampung semuanya.
"Jadi kalau masuk di waiting list kapan mbak saya bisa masuk?"
"Oh kami belum bisa memastikan mbak, jadi tergantung apakah ada yang keluar atau nggak. Jadi, nanti bakal dihubungi lagi. Atau mbak ikut ngaji kalongan aja, jadi ikut madrasah tapi nggak harus mukim disini kok mbak, nanti misal ngekos ya malamnya kesini aja mbak ikut ngaji", kata mbak Septi, salah satu pengurus Pondok.
"wah, bisa gitu mbak?"
"iya, bisa kok mbak"
"mauuuuu".
"ya mbak, besok datang aja buat tes dulu nanti buat nentuin mbak masuk kelas apa".
"okesiap, besok aja ya mbak kalau aku dah dapat kos"
"iya mbak, nanti kabarin lagi aja".
Singkat cerita, sekarang bulan Mei, dan bulan ini adalah bulan Ramadhan jadi ada banyak kajian kalau Ramadhan, ada yang habis subuh, siang, sore dan malam habis tarawih.
Bulan ini lah aku mulai jadi santri kalongan. Aku ikut ngaji yang habis tarawih dan habis subuh, siang dan sore aku dikos, kerja.
Hari pertama aku nyantri, aku merasa bahagiaaaaa banget. Entah bahagia yang tak dapat didefinisikan besarnya kebahagiaan ku wkwk *lebaysih.
karena apa?
Karena ternyata rencana Allah jauuuh lebih indah dari rencanaku. Jadi, ngaji kitab di Inayatullah kan pakai bahasa Jawa ya, makanya aku jadi paham 99% apa yang Pak Kyai sampaikan. Beda banget sama waktu aku ikut nyantri di Ponpes As Salafiyah, Bandung Barat waktu aku KKN dulu, bahasa pengantarnya Aa' Pengasuh Pesantren kan sunda ya, jadi aku nggak ngerti. ya ngerti sih dikit-dikit kalau Aa' menerjemahkan pakai b.Indo, atau saat aku tanya ke teh Icha apa artinya. hehe tapi ya lama kan prosesnya dan ngrepotin orang dulu gitu (buat menerjemahkan sunda ke b.Indo :D).
Nah, sedangkan sekarang? aku nggak perlu ngrepotin Pak Kyai ataupun teman santri, aku bisa mencatat langsung apa yang Pak Kyai sampaikan. waah, seneng banget dapet ilmu dari Pak Yai!

Ya, bahagia itu sederhana. Bahagia nggak harus tentang uang berjuta-juta di rekening. Hahahaha, aku pun enggak banyak lho gajinya. Ya, karena Jogja UMR nya juga rendah kan, selain itu meski jabatanku Executive tapi ini kan masih startup yang baru dirintis juga, jadi nggak bisa lah langsung meraup banyak Rupiah. BUT, IT'S NO PROBLEM! I'M HAPPY! Alhamdulillah 'ala kulli haal.

Selain itu, di Jogja aku juga ikut ngajar di Katadema, semacam lembaga untuk ngajar Sains di SD-SD yang mau kerjasama gitu. Biasanya yang mau kerjasama SD elite sih, hehe like as SD Sapen. Yeaay, jadi aku bisa ngajar di Sapen! Padahal dulu liat SD Sapen aja kayak mimpi banget gitu, karena orang-orangnya kaya semua. wkwk
Aku juga aktif di kegiatan-kegiatan startup, salah satunya #1000startup. Aku bahagiaa banget, disini aku ketemu banyak temen baru multidisipliner ilmu. Aku punya tim. 2 partnerku adalah adik tingkat ku di MIPA, Azzam dan Kobar. Asiik banget mereka orangnya, baiik nan sholeh hahaha. Pokoknya bisa jadi partner kerja sekaligus teman yang sholeh. aamiin, doakan semoga startup yang akan kita bangun nantinya bisa sukses dan bermanfaat bagi masyarakat luas ya. Allahumma aamiin, Shollu 'alan nabi Muhammad :)

Para Pembaca yang budiman, inti dari cerita ku adalah No matter what people think of and judg us, life must go on! be grateful person, give thanks to Allah for everything He plan in our life. Believe that Allah the best planner in our life, and we just serve of God that don't know anything. 


Rabu, 22 November 2017

Graduation



Nduk, maafkan Bapak tak dapat membersamaimu di hari bahagiamu memakai toga. Semoga kamu tak bersedih hati meski tanpa ada Bapak di sisi.

Bapak, tiada kesedihan pada hati yang ikhlas. Segala skenario hidup ini merupakan takdir dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui yang wajib di imani. Duhai Bapak, lihatlah senyuman ini, tanpa ada genang air di netra. Percayalah Pak, bahagia ini murni lahir dan batin. Meski Bapak hilang dalam pandang dan hanya bisa ku kenang tapi cinta Bapak tak kan lekang. Akhirnya impian Bapak terwujud ya, anak Bapak telah menjadi bagian dari Universitas Gadjah Mada 😊 Meski dunia kita tlah berbeda, ku yakin Bapak juga ikut bahagia dari atas sana. Terimakasih alm.Bapak, Ibu, Mas, Mbak dan keponakan untuk kasih sayang dan segala support selama ini. 

Saatnya berkarya untuk membahagiakan yang masih ada dan tak lupa mengirim bait-bait doa pada yang tlah tiada.


Teman-teman bersyukurlah jika saat wisuda masih ditemani kedua orangtua lengkap. Pun bagi yang sudah tak lengkap bahkan tak ada semuanya, semoga tak menjadi alasan untuk tidak bersyukur. Bersyukurlah, sebab itu artinya Allah tlah memilih pundakmu untuk menjadi sosok yang kuat 😊 #graduationstory

Senin, 09 Oktober 2017

Pendadaran



Ada kata yang tak sempat Bunga katakan kepada Daun.
Tentang kata maaf atas milyaran khilaf. Tentang ucapan terimakasih atas dalamnya cinta tanpa pamrih. Tentang segala keluh kesah yang akhirnya menjelma jadi mozaik indah.

Ayah, inilah sepasang tangan yang terlambat memelukmu. Sebuah hati yang terlambat mengerti. 
Pada hari ini,ingin rasanya mendekap dan mengungkap segala rasa yang selama ini ku jaga dalam senyap. Tapi,ternyata terlambat :") Sejatinya banyak kamuflase dalam perjalanan ini. Tentang pura-pura bahagia dengan kimia,padahal jatuh bangun menempa diri sendiri supaya cinta kimia. Pernah diam-diam ikut sbmptn lagi sampai mogok belajar saking merasa tersesatnya.
Tentang pura-pura baik-baik saja memulai usaha sambil kuliah padahal susahnya membagi waktu hingga sering keteteran sana sini.
Tentang pura-pura tidak ada masalah dengan mengikuti sebuah program wirausaha, padahal aslinya stres-mikir keras karena ditengah jalan ada masalah besar sehingga harus berjuang melunasi beberapa juta sendirian. 😂

Ayah, anakmu yang satu ini memang suka "ngeyel" dengan nasehatmu. Tapi tetap bertanggung jawab kok,buktinya smua sudah bisa terlewati, lunas dan sekarang udah unofficially S.Si 😂

Alhamdulillahi Robbil 'alamiin, Allahumma sholli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala aalihi wa ash-haabihi wa ummatihi ajma'in 😊

Selasa, 11 April 2017

11 April 2017

11 April 2017

Tanggal yang sama, hari ini memiliki kesan yang begitu berbeda.
Ya, bila Bapak masih ada hari ini Bapak genap berusia 62 tahun.
Tapi ternyata Allah tlah menuliskan umur Bapak 62 tahun kurang 95 hari :')
Bapak, kado terindah yang bisa ku berikan hanyalah doa.
Doa dan usaha menjadi anak yang baik. Meski hari ini masih jauh dari kata baik itu sendiri.

Bapak, terimakasih tlah menemaniku 21 taun, memberi begitu banyak pelajaran berharga.

Aku ingin berterimakasih pada Ibu yang tlah memilihkan Bapak terbaik seperti Bapak.
Masih ingat cerita Bulik, katanya Ibu dulu banyak fansnya tapi yang bisa mengetuk hati Ibu dan kluarga Ibu: cuman Bapak.
Aku selalu belajar dari kisah Bapak dan Ibu yang mencintai dengan sederhana tanpa parameter-parameter yang terlalu rumit dimasa kini.
Ibu yang sudah hafal beberapa juz menerima Bapak yang masih belajar membaca Qur'an dengan baik.
Ibu yang suka ngisi kajian memotivasi dan memberi dorongan Bapak yang dulunya takut ikut kajian hingga Bapak bisa menjadi Khotib Jumatan, sampai teman2 Bapak dimasa lalu keheranan.😂
Hahaha lucu memang, anak gaul bertemu anak santri membangun cinta yang abadi.

Meski Bapak terlihat biasa saja tapi hatinya luar biasa. Dalam jiwa Bapak mengalir kebaikan-kebaikan yang mengesankan. Bertanggung jawab, ringan membantu sesama, memperjuangkan hak oranglain hingga pemikiran yang begitu visioner jauh ke depan. 
Dan diakhir hayatnya begitu sabar menerima cobaan berupa sakit yang sangat sakit, sel kanker yang tlah bermetastase ke organ lain sehingga tidak bisa kemoterapi. 
Cinta Bapak bukan hanya kepada Ibu tapi juga keluarga Ibu, terbukti Bapak begitu memuliakan Nenek (mertua Bapak).
Sampai-sampai Nenek basa (basa krama dlm istilah jawa utk menghormati-red) kepada Bapak yang umurnya jauh dibawah Nenek.
Pun cintanya kepada kami, anak-anaknya, menantunya dan cucu-cucunya.

Bapak kami rindu.
Tapi Bapak tak perlu khawatir jika kami menangis. Sebab tangisan kami bukan lagi kesedihan yang mendalam. Hanya air mata kerinduan yang menjelma menjadi kekuatan batin yang membuat kami tetap tegak. 
Meski ragamu tlah tiada disisi, tapi jiwamu tetap disini, didalam hati kami Pak ❤❤❤❤❤

Surat Bunga pada Daun yang tlah gugur

Bapak, baru saja aku membaca ulang tulisanku sendiri, dan aku menangis. Ya, ternyata terakhir aku menulis tulisan tentang Bapak berjudul ...