aku menuliskan ini bersama sisa rasa bahagia. ya, hari ini UAS ku berakhir. tak terasa satu semester berlalu.
Rasanya, pertama dan yang paling utama aku ingin mengucap syukur terdalam pada Penguasa alam semesta. Alhamdulillahi robbil 'alamiin.. terimakasih tak terhingga ya Rabb :')
hmmm.. banyak hal yang belum sempat ku ceritakan. seingatku, terakhir aku menulis blog saat libur setelah UN SMA. haha, lama sekali :3
Insya Allah lain waktu akan ku ceritakan satu persatu perjuanganku beberapa bulan lalu. ya, perjuangan sekaligus puncak kegalauan.
waktu berdesing bagai peluru. cepat. terlalu cepat berlalu. dan masa depan adalah sebuah misteri agung.
hingga kini, aku masih sering tak menyangka tentang takdirku. adalah bahwa (akhirnya) aku di kimia mipa UGM. haha, aneh. sungguh aneh. tak pernah terbesit sedikitpun di pikiranku tentang realita ini sebelumnya. tapi, ternyata Allah punya kejutan hebat untukku. Allah memberikan "misteri" ini.
Kamis, 09 Januari 2014
Rabu, 20 Maret 2013
Cincin berlian
Suara
hujan deras menderu bersama suara kendaraan yang saling berlomba. Para pedagang
kocar-kacir melindungi barang-barang
dagangannya. Anak-anak sekolah tak segan menyincing
celananya hingga lutut dan tak beralas kaki. Ada gelandangan yang duduk diteras
toko, memeluk dirinya sendiri sambil menggigil kedinginan. Rama hanya bisa
tersenyum melihat suasana dibalik kaca bus itu.
Rrrrr..
Ponsel
Rama bergetar disaku celananya. Ia merogohnya dan segera membuka pesan yang
masuk. Cincin berlian, nama yang muncul sebagai pengirim pesan itu. Seketika
jantung Rama berdegup dengan cepatnya. Tubuhnya gemetar dan bibirnya tersenyum
tanpa arti.
Wa’alaikumsalam
warahmatullah. InsyaAllah ana arji’u ilal Indunisi tsalatsatuasyhuurin aidhon.
Limadza Ram? (baca:saya pulang
ke Indonesia 3 bulan lagi. Kenapa Ram?). Isi pesan singkat itu.
Cincin berlian. Adalah makna konotasi
sekaligus denotasi yang selama ini Rama perjuangkan. Pengirim pesan singkat itu
adalah Saskia, gadis cantik nan sholihah yang merupakan sahabatnya saat duduk
dibangku SMA. Kini, Saskia sedang menimba ilmu S2 di Al-Azhar. Saskia adalah
gadis yang selama ini Rama cintai. Meskipun, Saskia tak pernah tau itu. Setelah
lulus SMA hingga hari ini, Rama berjuang dengan seluruh jiwa raganya agar bisa
menjadi orang sukses. Agar ia bisa membeli sebuah cincin berlian sebagai mahar
pernikahan untuk Saskia. Ya, dulu saat SMA, Saskia pernah bercerita bahwa suatu
hari jika ia menikah, ia ingin sekali diberikan mahar cincin berlian dari calon
suaminya kelak.
Minggu, 30 Desember 2012
Ayahanda Pemimpin, saudara muslimin, bersyukur yuk!
Waktu sudah menunjukkan
pukul 23.41 WIB. Tapi, tanganku masih asyik menari diatas keyboard. Mencoba
merangkai huruf-huruf menjadi sebuah kata, kalimat, hingga menjadi deretan
paragraf. Aku hanya ingin menulis. Tapi, entah tulisan ini akan menjadi apa?
Menjadi sebuah artikel atau sepucuk surat atau hanya sekedar tulisan tak
bermakna.
Pagi tadi, hatiku
berdesir. Sedih, prihatin dan iba menyerua batinku. Saat kedua mataku membaca
sebuah headline koran harian
langgananku. Benar-benar miris. Taukah Anda
apakah isi berita itu? Penghasilan Warga
Desa Termiskin Rp.25.500/bulan
WONOGIRI- Penghasilan
penduduk Desa kerjo Lor, Kecamatan Ngadiriojo yang diklaim sebagai desa
termiskin di Kabupaten Wonogiri hanya Rp.25.500/bulan. Hal itu terungkap dalam
survei Dewan Riset Daerah (DRD) Wonogiri tahun 2012. (SOLOPOS, 29 Desember 2012).
25.500??!! coba sekarang Anda
ambil kalkulator, handphone atau alfalink untuk menghitung, berapakah rata-rata
uang yang digunakan untuk hidup satu hari? Yap, benar sekali, hanya Rp.850!
850. Seribu saja kurang.
Padahal, jika kita parkir, ke kamar mandi umum, membeli es krim paling murah
saja, apakah cukup dengan delapan ratus lima puluh rupiah? Tentu saja tidak.
Minimal seribu rupiah, bukan?
Minggu, 16 Desember 2012
Batas Penantian
Terik mentari mulai meredup. Suhu
hingga mencapai 40 derajat, benar-benar seperti membakar kulitku. Meski sweater ungu dan jilbab yang melingkar
di wajahku cukup untuk melindungiku dari panasnya matahari, tapi, aku masih
merasakan gerah yang luar biasa. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana panas
dan gerahnya Caca, teman scholarshipku yang juga dari Indonesia, dengan hot pen dan kaos oblong yang ia kenakan. Hari ini senja terakhir kami di Spanyol. Besok
pagi jam 8, kami akan melaksanakan wisuda S2 kami. Dan jam 4 sore take off
menuju Halim Perdana Kusuma, kembali ke tanah air tercinta.
Untuk menikmati detik-detik
terakhir di negri matador ini, aku dan Caca sengaja menghabiskan hari ini
dengan berjalan-jalan. Kami memilih Bernabeu stadium di Madrid dan Istana Al
hambra di Granada untuk menjadi objek jalan-jalan kami. Caca yang notabene
Madridista sangat ingin mengunjungi Bernabeu sebelum ia kembali ke tanah air. Ia ingin jeprat-jepret
dengan kamera SLRnya dan memamerkannya pada teman-temannya di Indonesia.
Sedangkan aku, pecinta sejarah Islam, ingin sekali menikmati nuansa maghrib
terakhir di Spanyol, dengan mengunjungi istana Al-Hambra. Istana yang menjadi
salah satu saksi bisu kegagahan Islam di Eropa dimasa lampau. Saat Islam
sebagai penerang Eropa yang masih dalam kegelapan.
Kamis, 13 Desember 2012
Dendam Rindu Mama
(Ini terinspirasi dari kisah nyata salah seorang temanku :') smoga bisa diambil hikmah)
Angin semilir menyibak anak
rambutku. Aku memejamkan mata, merasakan sepoi-sepoi sentuhannya. Ku dengar daun-daun bergumam
pelan saat angin berusaha menerobos sela-selanya. Semakin lama, semakin kuat saja
dengungan daun, mungkin angin menerobos lebih kuat lagi. Aku membuka mata. Aku melongok keatas, ku lihat bintang-bintang
menggodaku dengan kedipan-kedipannya. Dibawahnya, lampu-lampu kota memberikan
efek siluet yang begitu indah. Inilah hal yang slalu ku damba saat pulang ke
Bandung. Menikmati malam dengan memandang bintang yang bertabur diatas dan
bawah. Semua berkelap-kelip, benar-benar membentuk symphoni yang indah, membuatku
semakin cinta pada Sang Pencipta. Hawa
dingin yang sedari tadi menusuk ke jaringan kulitku, kini, semakin brutal saja.
Aku rasa kini ia tlah berhasil sampai ke tulangku. Sebelum aku menggigil
kedinginan, aku putuskan untuk masuk ke dalam rumah.
Lampu utama di lantai bawah tlah
dimatikan. Suasanapun sunyi senyap seperti tak ada kehidupan lagi. Aku yakin,
mama, papa, dan Tania,adikku, pasti sudah lelap tidur. Setelah beberapa langkah
dari balkon, dan kira-kira 10 langkah lagi sampai dikamarku, sayup-sayup aku
mendengar suara tangis! Sedikit ketakutan menyerua batinku, tapi, perlahan aku
lenyapkan rasa itu dan mencoba merunut sumbernya. Aku berjalan menuju ke kamar
Tania. Suara tangisan itu semakin jelas. Pintu kamarnya setengah terbuka. Dengan berjalan
mengendus-endus, aku mendekat ke pintu kamarnya. Aku mengintip Tania, tanpa bersuara
sedikitpun. Kulihat ia sedang tidur tengkurap dan menangis. Aku melangkahkan kaki kanan berniat masuk ke
kamarnya. Namun, langkahku terhenti. Aku pikir, lebih baik aku biarkan saja dia
menangis, aku tau betul apa alasannya menangis. Bukan seperti anak-anak
seusianya, yang menangis karena tidak dibelikan mainan baru. Mamaku pasti bisa
membelikannya mainan terbaru bahkan limited edition sekalipun. Bukan juga
karena ia tak bisa mengerjakan PR-PR nya. Adikku adalah murid berprestasi
dikelasnya. Menurutku, alasannya menangis karena ia sedang terguncang
psikologisnya. Persis sepertiku, 11
tahun lalu, saat masih 6 tahun sperti dia. Saat aku selalu bersembunyi dibalik
bantal dan menitihkan bulir-bulir bening disusut mata ditiap malamku.
Aku berdiri tertegun melihat isak
tangis Tania. Seperti sebuah cermin masa lalu. Aku melihat Tania, seperti
melihat diriku sendiri. Diriku dahulu, yang belum bisa membedakan apa itu
dendam dan apa itu rindu. Ya, hanya tangis yang berusaha memecah tanda tanya
itu. Aku ingat semuanya...
Selasa, 11 Desember 2012
Hasbunallah wa ni'mal wakiil
Suasana hening
seketika. Semua perhatian memusat disudut pintu. Tiga puluh satu pasang mata
tertuju pada seorang guru dengan PSH abu-abu berpadu jilbab hitam yang kini
berdiri didepan kelas.
“Maaf mengganggu sebentar, Pak.” Kata
bu Lina pada Pak Doni yang sedang duduk dikursi guru.
“iya, silahkan bu..” jawab Pak
Doni ramah
Bu Lina mengangkat selembar
kertas putih dengan tangan kirinya, sambil memegang bolpoin ditangan kanan.
“anak-anak, ini menyangkut tes
psikologi kemarin. Akan diselenggarakan
tanggal 16, setelah terima rapor. Bayarnya tetap 250 ribu. Ini saya panggil
satu-satu yang kemarin ndaftar, jadi ikut apa tidak, gitu ya?”
“ya, bu..” jawab murid-murid
sekelas.
Di sudut kelas, jantung Kara tiba-tiba berdegup kencang. Ia
baru sadar, ia belum izin pada bapaknya, padahal ia sudah mendaftar. Saat itu, bapaknya masih ditanah suci, ia
berencana meminta izin saat sudah pulang kemarin, tapi, lagi-lagi sifat
pikunnya kumat lagi! ia benar-benar lupa membicarakan ini pada bapaknya.
Alhasil, kini, ia ragu, bingung, tapi, harus memberi kepastian.
“Rafael Ananta?” tanya bu Lina mulai memanggil satu persatu
“jadi, bu”
jawab Rafael yakin.
“aduh, gawat gimana ini?” gumam
Kara dalam hati
“Saskia Tina?”
“jadi”
“Tiara Amelia?”
“jadi”
“Arya Kurniawan?”
“jadi”
...................................
“Kara Az-zahra?”
puisi terakhir
Nyiur, beringin
pun ikut terseok
Kristal
bening terus meleleh,
Tak
hanya dari awan kelabu
Tapi,
jua dari sudut mataku
Menyeka
derai air mata, sejenak lari dari perih
ku
raih buku bersampul merah
kusam,
berlubang, sobekan menganga disana-sini,
bagai buku tua dari abad sebelum masehi
yang
terkubur atau jadi harta karun
Langganan:
Postingan (Atom)
Surat Bunga pada Daun yang tlah gugur
Bapak, baru saja aku membaca ulang tulisanku sendiri, dan aku menangis. Ya, ternyata terakhir aku menulis tulisan tentang Bapak berjudul ...

-
Hai, aku muncul lagi. Setelah membaca tulisan salah seorang teman, aku jadi ingin menulis lagi. barangkali menulis bisa menjadi wadah untuk...
-
Bapak, baru saja aku membaca ulang tulisanku sendiri, dan aku menangis. Ya, ternyata terakhir aku menulis tulisan tentang Bapak berjudul ...
-
Kata orang, laki-laki yang baik mencari perempuan yang baik. Kata orang, perempuan yang baik adalah perempuan yang sholeha. Kata orang, pe...