Kamis, 31 Maret 2016

Tentang hujan #2

aku tak ingin menjadi seperti orang lain. ya, orang lain yang menghardik kedatangan hujan. Dan setelah hujan lama pergi meninggalkan, mereka baru menyadari betapa baiknya hujan. mereka meminta, memohon, dan bersimpuh kepada-Nya agar hujan hadir kembali. ah, mereka menyesal mengapa ia mencerca hujan sedemikian rupa saat hujan dulu datang menyapa.

jika suatu hari nanti aku bertemu seseorang yang hatinya seperti hujan. aku tak akan menyiakan-nyiakannya.

jika suatu hari nanti seseorang yang hatinya seperti hujan datang kepada orang tuaku. aku akan diam. bukankah diamnya wanita adalah "ya"? :)

aku menyukai orang yang tulus hatinya. tak peduli pendapat dan kata orang, orientasinya hanya satu, Pencipta semesta :)

Tentang hujan

Kala rintik hujan datang perlahan. Ada orang yang menghujat kedatangan hujan. Ada orang yang mencaci dan melukai perasaan hujan. Ada orang yang dengan mudahnya menyalahkan: "karena hujan, jadwalnya  jadi berantakan." katanya: "hujan hanya menyengsarakan dan membawa kesedihan."

Hujan mendengar dengan seksama, namun hujan hanya tersenyum,  tak mampu mendendam. Hujan tak mau menggugat, hatinya selalu memaafkan.  Hujan  tak peduli, ia tetap turun ke bumi.

Tak perlu kita bertanya alasan hujan kenapa airnya tak ingin ia tahan meski banyak penolakan. Bukankah kita dapat melihat, para petani disudut desa sedang menanti datangnya hujan. Bukankah kita mendengar, para warga didataran tinggi sana, berdo’a hari ini agar turun hujan agar mereka bisa penuhi kebutuhan-kebutuhan.  Bukankah kita ikut merasakan besarnya harapan tanaman dan pepohonan akan hadirnya hujan supaya mereka dapat menyambung kehidupan.

Mungkin hari ini kita terlalu sibuk itu-ini, hingga tak dapat saling memahami. Mungkin hari ini kita terlalu egois, acuh tak acuh ada hati yang menangis. Mungkin hari ini kita terlalu fokus pada diri sendiri, tutup telinga,pura-pura tuli akan rintihan kanan kiri. Ah, manusia memang begitu. Tapi, hujan tak begitu. Hujan tetap memberi meski ia dibenci. Hujan tetap datang membawa kesejukan, kesegaran dan kehidupan kepada semua insan.  Hujan tak pernah berharap pujian atau dianggap pahlawan. Entah, terbuat dari apakah hatinya. Hati hujan penuh dengan ikhlas dan ketulusan.

Dari hujan, kita dapat memetik sebuah pelajaran : Hari ini,kita  tidak perlu resah akan masa lalu. Sudah berapa lama waktu berlalu dalam kesia-siaan.  Berapa kali hati pernah merasa angkuh karena iman yang rapuh.


Mari memperbaiki diri , disisa waktu yang kita miliki. Semoga Allah memberikan keluasan hati pada diri kita untuk selalu menerima segalanya dan menuntun hati kita supaya dapat menjalani hidup berpondasikan keikhlasan. 

Selamat mensyukuri hidup :)

Selasa, 29 Maret 2016

BANGUN MINDSET : “RISET EMBRIO OMZET” MENUJU INDONESIA HEBAT, BERMARTABAT, ANTI MLARAT

Perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat di dunia saat ini membuat banyak perubahan dan dampak bagi setiap Negara. Negara yang mampu menggenggam industri dan teknologi lah yang mampu berdiri tegak dengan gagah dan gegap gempita mengibarkan benderanya dalam jajaran Negara-negara maju Dunia. Kini, semua Negara sedang berlomba menjadikan dirinya pemenang dalam berbagai bidang kehidupan. Pemenang bukan lagi Negara yang memiliki senjata lengkap dan berlimpah, namun, pemenang adalah mereka yang mampu merengkuh, menciptakan dan mengembangkan teknologi. Teknologi inilah yang akan dapat mendorong industri. Dari industri-industri ini akan mendongkrak perekonomian suatu Negara dan menjadikan Bangsa yang mandiri. Untuk dapat membuat sebuah industri tetap eksis dan tidak macet, maka dibutuhkan capaian omzet yang terus meningkat dan menghindari kemerosotan. Omzet dengan angka yang fantastis dalam sebuah industri tak akan dicapai tanpa adanya sebuah Riset yang mumpuni. Ya, Riset atau penelitian berguna dalam pengembangan kualitas dan inovasi produk. Riset menjadi embrio dalam melejitkan omzet! Risetlah yang terus digelorakan dan dinomor satukan di Negara-negara maju.

Selasa, 22 Desember 2015

Urgensi Pendidikan Masa Kecil


Bismillahirrahmanirrahim, izinkanlah saya mulai hari ini bertekad untuk menulis, satu hari (minimal) satu tulisan.  Entah untuk diri sendiri atau juga orang lain. Entah saya share atau untuk konsumsi pribadi. Semoga bisa istiqamah.

Sebenarnya semenjak saya mengikuti seminar pak Anwar Djaelani, 12 Desember lalu, keinginan ini menggebu. Pak Djaelani adalah seorang dosen dari Surabaya yang sangat luar biasa. Beliau sekaligus aktivis dakwah, yang setiap karya tulisan yang Beliau tulis, syarat dengan nasehat kebaikan. Karya-karya Beliau sering tembus di Koran-koran nasional. Dan taukah Anda? Setiap perjalanan Beliau selalu disertai membagi ilmu. Misalkan seperti 2 minggu yang lalu itu, Beliau sedang ada acara di Jogja, menghadiri sebuah pernikahan jam 2 siang di Jogja. Dan jadwal pesawat Beliau, sampai Jogja pagi. Sehingga masih ada waktu dari pagi-siang. Kemudian seminggu sebelum itu, Beliau langsung mengubungi mas Eka (anak FIB), meminta mas Eka untuk mengadakan seminar kepenulisan, apabila berkenan pak Djaelani ingin berbagi pengalaman. Qadarullah, Alhamdulillah Sabtu, 12 Desember lalu pun pelatihan kepenulisan diadakan d Gedung Margono FIB, didukung oleh jarsus (Jaringan khusus) Media LDF se-UGM :) begitulah sedikit kisah pak Djaelani, Masya Allah, Beliau mengatur waktu secara detail sekali, tidak mau setiap detiknya terbuang sia-sia, dan semangat dakwahnya yang luar biasa.

 Kali ini saya ingin bercerita tentang urgensi pendidikan masa kecil.

Hari ini adalah hari ibu, moment yang tepat untuk berbicara tentang anak.
Akhir-akhir ini saya sering mendapati kisah seorang ibu yang membuat miris hati saya. Bagaimana tidak? Pada hakikatnya ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, ibu adalah pengayom yang penuh kasih sayang. Namun, tak jarang seorang ibu tega menghardik, mencerca,mengabaikan bahkan menelantarkan anak-anaknya. Ibu yang tidak sabar dalam merawat dan menjaga anaknya.
Jika pada akhirnya, karena kurangnya kasih sayang dari orangtua khususnya ibu, anak-anak pun menjadi nakal dan tak sedikit yang terjerumus pergaulan bebas saat suda besar, nauzubillahi min dzalik.. Jika  hal ini terjadi, lalu siapa yang patut disalahkan?
***

Senin, 29 Juni 2015

Aku dan Tajwid

Aku lupa kapan pertama kali aku belajar mengenal huruf hijaiyah. Kapan pertama kali mengeja a ba ta. Seingatku, pertama kali aku masuk TPA adalah saat duduk di kelas 2 MI. Saat itu, aku ikut-ikut mbak Devi (tetangga samping rumah) yang TPA di masjid An-nur.  Pertama kali masuk (jadi murid baru), langsung ke iqra’ jilid 5 (karena emang udah sampai jilid 5 dan nggak mau ngulang jilid 1 lagi). Akibatnya, aku di musuhi murid-murid lama. Haha, biasalah anak-anak,masih suka iri-iri nggak jelas. :”D

Jumat, 27 Februari 2015

Jendela Penjara

7 bulan lalu kita bertemu dalam keprihatinan. Terkurung, jeruji besi lah objek pemandangan.
Masih ingatkah kamu, saat kita bercerita tentang mimpi-mimpi. Dan berharap kan terwujud suatu hari nanti. Nanti, ketika kita bisa lepas dan menghirup udara bebas.
Kemudian kamu dan aku pun sama-sama berjuang sekuat yang kita mampu untuk mencari mentari, tempat kita bermimpi.
---
Kini, kita dipertemukan kembali, di kota yang kata orang istimewa. Kota yang mampu membekukan tawa.
Kini, kau telah bebas, menghirup udara lepas. Terhempas, melupakan semua sesak nafas.
Belum sempat aku mengucapkan selamat. Kamu telah menjadi orang hebat. Membawa semua asa mu mendekat.
Aku melihatmu menyapaku dengan wajah berseri.  Bahkan hampir saja aku tak mengenali wajahmu kembali. Ya, tak ada mendung dalam pancaran lensa matamu lagi. Aku rasa kamu sudah menemukan mentari.
Sedangkan aku?
Masih terpenjarat.
---

Kamis, 27 November 2014

Perempuan Senja

untukmu Perempuan Senja, semoga sempat membaca tulisan sederhana ini.

Mungkin saat ini, kedua mata lentik mu sedikit memudar kecantikannya, sebab campuran H2O dan NaCl yang terus membanjiri pipi mu yang biasanya merona. Hey, lihatlah menuju kaca, kedua kelopak matamu semakin membesar. Awas kecantikanmu memudar besok pagi, sayang :)

Sebenarnya bukan masalah kecantikan yang ingin ku tekankan kepadamu, sayang. namun, tentang alasan butiran-butiran bening itu mengalir.

Surat Bunga pada Daun yang tlah gugur

Bapak, baru saja aku membaca ulang tulisanku sendiri, dan aku menangis. Ya, ternyata terakhir aku menulis tulisan tentang Bapak berjudul ...