Jumat, 27 Februari 2015

Jendela Penjara

7 bulan lalu kita bertemu dalam keprihatinan. Terkurung, jeruji besi lah objek pemandangan.
Masih ingatkah kamu, saat kita bercerita tentang mimpi-mimpi. Dan berharap kan terwujud suatu hari nanti. Nanti, ketika kita bisa lepas dan menghirup udara bebas.
Kemudian kamu dan aku pun sama-sama berjuang sekuat yang kita mampu untuk mencari mentari, tempat kita bermimpi.
---
Kini, kita dipertemukan kembali, di kota yang kata orang istimewa. Kota yang mampu membekukan tawa.
Kini, kau telah bebas, menghirup udara lepas. Terhempas, melupakan semua sesak nafas.
Belum sempat aku mengucapkan selamat. Kamu telah menjadi orang hebat. Membawa semua asa mu mendekat.
Aku melihatmu menyapaku dengan wajah berseri.  Bahkan hampir saja aku tak mengenali wajahmu kembali. Ya, tak ada mendung dalam pancaran lensa matamu lagi. Aku rasa kamu sudah menemukan mentari.
Sedangkan aku?
Masih terpenjarat.
---

Namun, tenang kawan, tak usah khawatir aku tak mampu bertahan. Tak usah takut, aku akan menyalahkan Tuhan tentang ketidakadilan.
Jika kamu berfikir, aku masih meratapi jeruji besi ini dengan tangisan. Jika kamu mengira, aku belum bisa memaafkan keadaan. Jika kamu merasa, aku masih dirundung elegi kesengsaraan.
Maka, kamu salah.
Lihatlah. Aku terbingkai dalam senyuman. Karena disinilah aku belajar kehidupan.  
Aku tak ingin lagi menjadi pendekte kebahagiaan. Sebab Tuhan selalu memberi kejutan-kejutan. Dan kamu tau, kejutan yang Tuhan berikan jauh lebih indah dari harapan-harapan yang ku simpan.
Semakin hari aku merasa bahwa aku hanyalah seorang yang buta dan dusta, tentang segala kenikmatan. Aku hanyalah seorang yang sedang berproses memahami kesempurnaan Tuhan. Aku hanyalah seorang yang terlalu dini mengatakan ini neraka, padahal surga yang tersembunyikan.
Kamu ingin tau, bagaimana aku bisa membangunkan diriku untuk melihat perubahan? Dengarkan kisahku..
Dalam ruang kosong ini, ada sebuah jendela yang kusam. Selama ini aku hanya melihatnya sebelah mata. Seakan ia tak akan mengubah keadaan, atau membunuh bosan.
Aku menuju jendela kumal. Bersampul debu yang menggumpal.  Segera ku ambil gombal. Kemudian, aku bersihkan. Berharap persegi panjang kaca ini tak lagi menjadi tapal.
Dan akhirnya aku menemukan keajaiban. Melihat dunia dalam keindahan.
Disana, aku bisa melihat senja yang romantis. Disana, aku bisa melihat anak-anak bermain, berlari hingga menangis. Disana, aku bisa melihat rintik gerimis hingga pola hujan yang simetris. Disana, aku melihat pasangan muda tertawa dan tersenyum manis. Disana, aku bisa melihat sungai yang mengalir dinamis.
---
Kawan, pada akhirnya aku mengerti. Tuhan tak hanya menyayangimu. Tapi, juga menyayangiku.
Aku rasa, jika aku keluar melihat dunia luar maka aku akan nanar. Untuk itu Tuhan menyimpanku disini, agar aku terhindar dari rasa gusar.
Sebab mungkin saja aku tak mampu, melawan salju. Sebab mungkin saja tak dapat ku rengkuh, angin puyuh. Sebab mungkin saja aku akan lalai oleh ramai. Dan mungkin masih ada banyak hal yang buat hidupku penuh aral.
Tuhan Maha Segalanya. Tuhan menyayangi setiap makhluk-Nya. Dan Tuhan memiliki ribuan cara membahagiakan kita, manusia.



1 komentar:

Surat Bunga pada Daun yang tlah gugur

Bapak, baru saja aku membaca ulang tulisanku sendiri, dan aku menangis. Ya, ternyata terakhir aku menulis tulisan tentang Bapak berjudul ...