“Aaargh!!
Macet nih!” gerutu mas Liko dibalik
setir mobil.
Aku langsung melongok ke kaca depan. Kendaraan-kendaraan merayap, para pengamen
dan asongan berlalu lalang, riuh bunyi klakson sebagai backsound kemacetan disudut kota Solo ini.
“yaudah, sabar aja.. Alhamdulillah
yang penting oleh-olehnya udah dapet semua,” sahut ibu, tersenyum simpul.
Ku pandang wajah ibu lekat-lekat.
Rentetan kisah masa lalu menembus atmosfer waktu, membeku diraut wajahnya.
Melihat senyumannya, aku teringat jerih payah, kesabaran, ketawakalan dalam
tiap butir do’anya selama ini. Aku berpaling menghadap kaca mobil, pemandangan
diluar bagai proyektor yang menampilkan episode-episode perjuangan dan
penantian ibuku 7 tahun lalu.
* * *
2005..
Dengan cekatan ibuku mengambil rupiah
demi rupiah yang terekstradisi dari celengan plastiknya yang berbentuk ayam. “Ini
buat ndaftar arisan haji. Do’akan semoga ibu sama bapak bisa cepat keluar di
kocokan”, jawabnya.
“amiin”, jawabku serempak dengan
mbak Lena.
Hari-hari
berlalu, tiba saat yang ditunggu-tunggu tiap taunnya. Ya, pengambilan kocokan
arisan haji! Nama yang keluar, bisa naik haji taun berikutnya.
Bapak
sudah siap berangkat dengan kopyah dan baju putihnya, sedang ibu dengan gamis
pink bunga-bunga. Postur tubuh gemuk mereka menambah kesan semangat.
“Bismillah, do’akan ya! Semoga nama
bapak sama ibu keluar!”
“amiin.. amiin.. kita do’akan dari
rumah”, sahut mas Liko.
Bapak
dan ibu pulang. Bapak dengan wajah yang biasa-biasa saja, hampir tanpa
ekspresi. Sedangkan ibu, wajahnya muram, pucat dan lesu.
“gimana bu?”, tanyaku penasaran
“belum”, jawabnya ibu singkat
Bapak menyahut dengan nada begitu santai,
“nggak usah sedih, mungkin emang
belum waktunya”.
“iya bu.. bapak bener tuh”, tambah mas Liko coba menenangkan.
3
tahun berlalu, hasilnya masih saja nihil. Nama bapak atau ibu belum juga keluar
disetiap kocokan. Tapi, do’a kita tak pernah terhenti, terutama ibuku disetiap
sholat malamnya. Sekuat pohon rindang yang disapa badai, sebesar lautan yang
menjadi muara sungai-sungai, mungkin harapan ibu untuk ke tanah suci lebih kuat
dan lebih besar dari itu semua. Tapi, apa daya, mewujudkan impiannya tak
semudah membalikkan telapak tangan.
8 Agustus 2009.. tiba saatnya “hari
jawaban” lagi. Jawaban dari semua do’a dan penantian ibu. Hari ini, pengambilan
kocokan lagi..
“sukses ya, pak, bu!” kataku
menyemangati mereka saat mereka akan berangkat arisan haji.
Mereka hanya menjawab dengan
senyuman penuh harap.
Bapak ibu pulang
arisan haji. Wajah ibu sayup dan pucat lagi. Firasatku buruk!
“ibu, gimana? Dapat kocokan nggak?
Ibu hanya menggeleng lesu. Bahkan
setelah itu, ia sempat tak nafsu makan. Entah sampai kapan ia menunggu
penantian ini..
Setelah hari jawaban itu, 31 Agustus
2009 ibu berangkat berziarah ke walisongo bersama bapak. Pak Herman, pengusaha
kaya didesaku. Saat akan berangkat, ibu dan bapak heran dengan tempat duduk
mereka dibus. Nama mereka ditambah title H. dan Hj. didepannya.
“lhoh pak, kok ini H.Budi dan
Hj.Siti Khadija?” Tanya ibu pada pak Herman penasaran.
Pak Herman tersenyum. “itu do’a kok
bu.. sudah tidak apa-apa”.
Setelah sampai dimakam wali, ibu berdo’a,
“Ya Allah, aku telah berziarah ke wali-Mu, semoga bisa berziarah ke nabi-Mu”.
Do’a itu tak per pernah alpa disetiap makam para wali yang dikunjungi. Ia yakin
menemui presiden harus lewat pak bupati atau gubernur dahulu. Jadi, berziarah
ke makam baginda Rosul juga lewat wali-wali terlebih dahulu.
November 2009, pelepasan ibadah haji
didesaku. Seperti tiap taunnya, ibu selalu datang. Tapi, perasaanya kini
semakin teriris. Bertahun-tahun ia mengantar, kapan ia bisa diantar? Ia
benar-benar di puncak keinginannya.
“Bu, sebenarnya saya itu ingin
sekali untuk segera bisa ibadah haji”, kata ibu pada bu Herman.
“sebenarnya pak Herman mau bu,
membiayai ibu dulu buat ndaftar haji. Tapi, ibu aja, nggak sama pak Budi”,
katanya.
“tapi, ya bagaimana bu, kalau nggak
sama muhrim itu? Jadi, gimana gitu” jawab ibu sedikit kecewa.
Pagi hari, 1 desember 2009 ibu
menonton televisi dan ada berita bahwa kuota haji tahun 2012 sudah penuh. Ibu
kaget terbelalak. Itu artinya penantiannya akan semakin panjang.
Hari itu juga, ada pengumuman dari
Departemen Pendidikan dan Kedayaan bahwa bapak lolos sertifikasi.
Alhamdulillah!
Tanpa membuang-buang waktu, 2
Desember 2009 ibu menuju ke rumah Pak Herman, menagih janjinya. Janji untuk
meminjamkan uang untuk biaya ibu mendaftar haji. Dan bapak akan mendaftar haji
dari uang sertifikasinya. Dan akhirnya, pak Herman langsung mengiyakan!
3 Desember 2009 adalah sebuah
antiklimaks dari penantian yang panjang. Ibu dan bapak resmi menjadi calhaj.
Betapa bahagianya ibu, ia berhasil masuk di kuota 2012! Mungkin jika hari
berganti 1 hari saja, ia bisa berangkat 2013!
*
* *
Waktu
terus berputar seiring penantian kami. Bagiku 2012 adalah “tahun keramat”. Karena
menurut isu yang beredar tahun 2012 akan terjadi kiamat. Entahlah, hanya Allah
Yang Maha Tahu. Kini waktu tlah menunjuk bulan September 2012, bulan ini bapak
dan ibu InsyaAllah akan berangkat ke tanah suci. Datang memenuhi undangan-Nya.
Senja dikota Solo yang
begitu semrawut tadi, tlah terganti
temaram dikota Klaten yang romantis.
“Ternyata Allah itu punya rencana
yang indah ya. Besok pas bapak sama ibu ninggalin kalian 40 hari, semua udah
bisa mandiri. Liko udah kerja, Lena udah kuliah, dan kamu Nad, kamu dah kelas 3
SMA, nggak manja lagi kaya’ dulu”, kata ibu sambil menurunkan
oleh-oleh untuk haji dari mobil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar