Kala rintik hujan datang perlahan. Ada orang yang menghujat
kedatangan hujan. Ada orang yang mencaci dan melukai perasaan hujan. Ada orang
yang dengan mudahnya menyalahkan: "karena
hujan, jadwalnya jadi berantakan." katanya: "hujan hanya menyengsarakan dan membawa kesedihan."
Hujan mendengar dengan seksama, namun hujan hanya tersenyum,
tak mampu mendendam. Hujan tak mau menggugat,
hatinya selalu memaafkan. Hujan tak peduli, ia tetap turun ke bumi.
Tak perlu kita bertanya alasan hujan kenapa airnya tak ingin
ia tahan meski banyak penolakan. Bukankah kita dapat melihat, para petani
disudut desa sedang menanti datangnya hujan. Bukankah kita mendengar, para
warga didataran tinggi sana, berdo’a hari ini agar turun hujan agar mereka bisa
penuhi kebutuhan-kebutuhan. Bukankah kita
ikut merasakan besarnya harapan tanaman dan pepohonan akan hadirnya hujan
supaya mereka dapat menyambung kehidupan.
Mungkin hari ini kita terlalu sibuk itu-ini, hingga tak
dapat saling memahami. Mungkin hari ini kita terlalu egois, acuh tak acuh ada
hati yang menangis. Mungkin hari ini kita terlalu fokus pada diri sendiri,
tutup telinga,pura-pura tuli akan rintihan kanan kiri. Ah, manusia memang
begitu. Tapi, hujan tak begitu. Hujan tetap memberi meski ia dibenci. Hujan tetap
datang membawa kesejukan, kesegaran dan kehidupan kepada semua insan. Hujan tak pernah berharap pujian atau dianggap
pahlawan. Entah, terbuat dari apakah hatinya. Hati hujan penuh dengan ikhlas
dan ketulusan.
Dari hujan, kita dapat memetik sebuah pelajaran : Hari ini,kita
tidak perlu resah akan masa lalu. Sudah
berapa lama waktu berlalu dalam kesia-siaan.
Berapa kali hati pernah merasa angkuh karena iman yang rapuh.
Mari memperbaiki diri , disisa waktu yang kita miliki. Semoga
Allah memberikan keluasan hati pada diri kita untuk selalu menerima segalanya
dan menuntun hati kita supaya dapat menjalani hidup berpondasikan keikhlasan.
Selamat mensyukuri hidup :)